Newest Post
Archive for November 2013
Kejadian Aneh Di Asrama
Ini adalah pengalaman yang tak akan
pernah kulupakan seumur hidupku, dan mungkin juga tak akan terlupakan oleh
semua teman teman asramaku. Pada waktu itu dimulai ketika malam hari di
asramaku , ba’da maghrib. Abi, pengasuh asramaku meliburkan jadwal diniyah
malam itu dan mengganti agendanya dengan bercerita tentang pengalaman abi
sewaktu dulu masih di pondok. Macam macan sekali yang diceritakan, mulai dari
kejadian paling lucu yang pernah kudengar, sampai misteri tentang kematian
orang yang begitu tragisnya. Aku merinding mendengarnya, bulu kudukku berdiri
semua ak terkecuali teman temanku juga. Kamu semua mendengarnya dengan cermat
mulai dari intonasi yang abi gunakan ketika bercerita sampai artikulasinya
dalam menyampaikan kisah nyata itu.
“setelah diselidiki ternyata pemilik
rumah yang telah meninggala lah yang mengakibatkan bau busuk yang sangat
menyengat itu…”
“dan wajahnya seperti ini..” abi
mempraktikkan wajah orang yang mati mengenaskan itu, ihhyy… mengerikan. “dan tubuhnya
seperti ini..” abi tengkurap sambil menjulurkan lidahnya sepanjang mungkin dan
tangannya seolah olah ining mencakar kamu semua yang ada di dalam ruangan ini
“hhuuuuuuaaaa!!!!! Waaa!!!” itulah
yang terjadi, itu jeritan yang paling menggelegar yang pernah kudengar. Jeritan
kamu semua…. Hhuufff.. jantungku seperti minta keluar dari rongga dada.
Tapi yang terjadi pada abi justru
sebaliknya. “huahahaha!!! Xixixixix…. Kalian penakuttt.. huahaha…!!!” dia
tertawa…. Benar benar menyebalkan, membuat kami semua ketakutan setengah mati
sedangkan dia ketawa ketiwi. Huh!
Tapi beberapa menit setelah tawa dan
jeritan yang campur aduk itu, terdengar bunyi handphone abi. Ada sms masuk.
Setelah abi membacanya, wajahnya pucat, kami semua melihat itu, tahu tahu wajah
kami jadi ikutan pucat, padahal belum tahu apa is isms itu. Setelah itu abi
meggumam pelan. Tapi cukup jelas ditelinga kami. “ummi nangis, katanya habis
lihat tuyul.”
Tidak ada suara. Hening.
Hanya suara jangkrik yang terdengar…
tiba tiba…
“aarrrggg!!!!! Hhuaaa!!!!” ya, tentu
saja itu suara kami semua. Memang apalagi yang bisa kami perbuat selain
berteriak sekencang kencangnya. Kami takut. Sangat.
“ssstttt, diam. Ayo kita kekamar
ummi.” Abi menenangkan kami semua. Dan tentu saja kami langsung bungkam, disaat
seperti ini kami semua tahu fikiran abi sedang kacau balau, kalau sedikit saja
kami mengusik ketenangannya, jangan harap bias selamat dari raungan macan
kawin.. hhiyy..
Setelah itu kami semua keluar dari
aula asrma dan turun dari lantai dua dengan pelan pelan. Saling gandeng
menggandeng, bahu membahu.. yah.. maklumlah.. antisipasi kalu kalau ada pocong
lewat.
Kami sampai di kamar ummi dan….. yeah tentu
saja kami hanya bisa mendengar tangisan ummi lantaran tidak diperbolehkan masuk
ke kamar oleh Abi. Tapi setelah itu abi menceritakan kepada kami kronologi
kejadiannya.
Waktu ba’da magrib, Ummi mau beli
pulsa. Tiba tiba saja setelah membuka pintu, Ummi melihat dua sosok menyeramkan
sekaligus lucu di depan pagar asrama. Karena mengira Ummi salah penglihatan,
Ummi mendekat kearah dua sosok itu dan tak dinyana da sosok mungil itu ikut
mendekat kea rah Ummi. Ketika bisa melihat dengan jelas, wajah Ummi memucat,
menyadari sosok apa yang ada didepannya. Dua tuyul dengan tinggi tidak lebih
dari lutut. Sebenarnya aku tidak ingin menuduh bahwa itu adalah tuyul, tapi
karena Ummi menyebutkan cirri cirinya yang hanya memakai popok kain tanpa aju
lainnya, mau tak mau aku harus mengakui kalau itu memang tuyul. Tuyul.
T-U-Y-U-L!!!!. stidaknya itulah yang kudengar dari cerita abi. Dan.. tentu saya
aku percaya.
…………………..
Malamnya aku tidak bisa tidur
memikirkan entah apa, tidak jelas.. dari lamunanku tentang tuyul beralih topic
menjadi bayangan wajah kakak kelas yang kutaksir, begitu terus. Bolak balik….
Sampai saat tengah malam lewat satu jam, aku mendengar bunyi sesuatu benda yang
jatuh, atau beberapa benda jatuh. Entahlah.. yang aku inginkan adalah
memejamkan mata dan mendapati hari segera pagi.
…………………..
saat pagi pagi sekali, sekitar jam
setengah empat, kami semua sudah dibangunkan oleh Abi untuk menunaikan sholat
tahajjud. Ohh… aku benar benar kurang tidur, saking ngantuknya sampai sampai
ketika sujud dirokaat pertama aku sudah tertidur. Yah.. memang itu adalah hal
yang salah, tapi mau bagaimana lag?
Tapi begitu selesai sholat tahajjud,
Mbak Tika membangunkanku dan meulai bercerita ini itu.. tentu saja aku tidak
menggubrisnya, tapi begitu aku mendengar kalimat “ada sosok misterius” mataku
langsung terbuka lebar lebar…
“kemarin malam, aku lihat Ummi
keluar dari kamarnya.” Itulah awal pembicaraan Mbak tika, tapi aku hanya
mendengarnya tanpa membuka mata.
“lalu, Aku ngajak Ummi ngobrol, mmm cuma
sekedar menyapa sih…. Tapi Ummi sama sekali tida menoleh kearhku. Dan malah
membuka pintu depan lalu tanpa menutup kembali pintunya Ummi membuka gerbang
depan asrama.” Lanjutnya
“aduh, gitu aja kok sosok misterius,
apaan sih?!” kali ini aku benar benar merasa dibodohi oleh bualan Mbak Tika.
“udah ah ceritanya, aku mau bobo.”
Mbak tika menarik tanganku. “eh…
jangan pergi dulu dong, belum juga selesai ceritanya,ini beneran aneh tau!”
lalu dengan uka diseram seramkan, Mbak Tika menatapku dengan pandangan awas-kalau-berani-kabur,”Ummi membuka
gerbang asrama tanpa memakai gembok,padahal itukan gembok besi, gimana bisa
Ummi membukanya hayoo…”
Sesaat terasa hening, aku bahkan
menahan nafas kuat kuat, --habisnya kalau aku nafas pasti udah jerit jerit
histeris
“lalu Ummi keluar dari gembok dan…
nggak tau kemana tapi setelah aku berlari ke teras depan, sudah nggak ada Ummi
disana.” Mbak Tika menarik nafas dalam dalam…. Mungkin sama takutnya
denganku—yang sedari tadi sudah mencengkeram kuat kuat lengan Mbak Tika. Salah
sendiri cerita begituan.. akukan takutt!!! “dan ternyata setelah aku berjalan
kembali mau ketempat dudukku di depan computer, mau melanjutan tugasku yang
belu selesai.. yah.. tentu saja dengan perasaan was was, tiba tiba saat aku
lewat depan kamar Ummi, aku mendengar suara Ummi dan Abi yang sedang bercanda.
Tentu saja itu adalah hal yang….. cukup sulit diterima di akal, jika melihat
Ummi tadi sudah menghilang di teras depan Asrama.. kapan UMmi kembali? Dan
darimana datangnya Ummi yang baru? Aku bahkan baru saja melihat dengan mata
kepalaku sendiri Ummi berjalan ke depan teras Asrama, tapi beberapa saat stelah
itu aku mendengar Ummi sedang bercanda dengan Abi…. Ini membingungkan..”
Aku semakin merekatkan peganganku
pada lengan Mbak Tika. “Mbak, waktu itu aku berarti belum tidur ya… kan aku
tidurku jam dua-an lahh..”
“Aku tahu, awalnya aku mau nyamperin
kamu kekamarmu, tapi waktu aku berjalan ke tempat computer… aku shock ngeliat tiba tiba semua buku
tugasku berserakan, modem kececeran, antara kartu perdana dan modemnya pecah,
eeh.. maksudku.. ah. Pokoknya semua berantakan. Padahal aku tahu banget sebelum
aku keteras depan semua masih rapi dan utuh. Lagian aku keteras depan cuma
selang beberapa detik, notok ya satu menit, dua menitlah maksimal… sipa cobak
yang ngeberantakin barang barangku?!.....”
Aku diam sejenak berpikir keras,
sesaat aku menyadari sesuatu. “ooh… aku tahu, aku juga denger kok Mbak suara
jatuh gitu pokoknya….” Jadi ternyata memang ada yang jatuh…
“padahal, bener bener nggak ada
siapa siapa…., aku kira kamu malah yang usil ke aku..”
“ya nggak lah… aku emang belum tidur
malam itu, tapi bukan akuuu.” Enak saja dia menuduhku.
…………………..
Pagi ini aku dan dua kawanku yang
menghafal Qur’an sedang setoran ke Ummi, tapi menunggu Ummi begitu lama, nggak
juga keluar dari kamarnya. Padahal udah jam setengah enam. Duh… takut telat nih.
Beberapa menit kemudian..
Syukurlah
Ummi keluar dari tempat persembunyiannya..
“nduk… maaf ya, hari ini hafalannya
diliburkan… Ummi perutnya sakit..” Ummi memegang perutnya yang buncit, wajahnya
benar benar masam. Jadi kasihan ngelihatnya… tapi seneng juga sih gak usah
hafalan. Kebetulan aku juga sebenarnya belum hafalan kok. Huffftt…
Ee… tapi kok ada yang aneh ya… Ummi
wangi bener, wajahnya menor banget lagi, tuh lipstiknya warna merah jambu
serasi dengan eyes shadownya yang ngejreng. Aneh…
“oh iya, nggak papa kok Mi’… Ummi
stirahat aja .” tak kusangka itu adalah suaraku sendiri. Sok baik… idih
“iya Mi’ ndak papa, besok saja saya
hafalannya dobel.” Woo… Beti baik banget, sampe mau men-dobel-kan hafalannya. Satu
halaman aja belum kelar.
Akhirnya setelah berbasa basi ria…
kami salim ke Ummi sebagai tanda hormat serta simpati… dan cepat cepat masuk
kamar, mau mandii….
Setengah jam kemudian, aku dan beti
serta tanti sudah rapi jail dengan seragam licin kami, menuju ruang makan. Gabung
bersama teman teman yang lain. Saat sedang enak enaknya menyantap nasi goreng bikinan
Mak Khotijah, Ummi keluar dari kamar sambil memasang tapang -akan-kulahap-kalian-semua
–nya. kedua tangannya mengepal dan diletakkan di pinggul kanan kirinya… matanya
terarah pada….. ku. Padaku! Aku! Omigod…
“TADI KENAPA NGGAK SETORAN HAFALAN
KE UMMI!!” buset, suaranya menggelegar…
“tadi kan…” aku tak sanggup berkata
kata lagi, pita suaraku seakkan putus. Tenggorokanku terlalu berat untuk
mengatakan apa apa lagi.
“tadi kan Ummi yang nyuruh kita
nggak usah hafalan Mi’!” Tanti… you are my hero…
“iya Mi’, Ummi tadi kan sakit
perut..” Beti…. You are my soulmate…
“hah?” lagi lagi Ummi pura pura
lupa.. duh. Ummi sama sekali nggak bilang kalo Ummi sakit perut.. Ummi malah
sebenarnya sakit kepala..” suara Ummi mulai melunak
“TAPI TADI UMMI BILANG KOK, KALO
UMMI SAKIT PERUTTT!!!” itu suara kami bertiga… tentu saja ini benar benar
lelucon yang sama sekali tidak lucu. Sejak kapan ummi pikun? Umur aja belum
genap dua lima. Anaknya juga belum genap setahun…
“malah Ummi ngomongnya sambil
merintih kesakitan gitu, pegang perut…” aku mempraktikkan persisi seperti
gerakan Ummi subuh tadi. “Ummi juga kelihatan menor, kayak udah mandi gituu..
pake lipstick dan eyes shadow.” Aku memberanikan diri mengungkapkan fakta yang
satu ini. Semua yang ada di ruang makan langsung tertawa terpingkal pingkal. Kecuali
kamu berempat.
Sesaat kusadari… wajah Ummi begitu
kacau… bukan karena pengakuanku tadi, tapi… kacau dalam tanda kutip. Sama sekali
tidak ada tanda tanda bahwa Umi sudah mandi melihat wajahnya yang kucel dengan
bekas air liur masih disekitar bibirnya, ups. Dan… ah! Pokonya sama sekali
jelek.
Lalu.. SIAPA YANG TADI PAGI
ITU???!!!! yang tadi bilang “sakit perut”. Kami berempat benar benar terdiam. Mata
kami saling berpadangan…. Berusaha mengatakan sesuatu yang… ah, tidak mungkin!
Suasana kembali senyap. Hening. Bahkan
tidak lagi terdengar suara sendok dan garpu Dewi yang kerap sekali membuat kami
semua tak berselera makan. Padahal bunyi itu seperti berkewajiban di pagi hari
saat sarapa, bunyi seperti: cting! Ctang! Pring! Prang! Ting! Tang! Tuk tuk
tuk..!!!
“Ummi bersumpah… itu tadi bukan
Ummi, dan Ummi sama sekali nggak pake make up…” Ummi menunduk… seketika itu
juga semuanya terasa mencekam…. Padahal sekarang adalah hari istimewa yang
seharusnya tidak terjadi hal paling ingin kuhindari. Hari dies natalis Abi! Yang
ke… dua puluh delapan.
Oh, iya ya.. sekarang kan hari ultah
Abi!!!
“HHHUUUAAAAAA!!!!!!” suara siapa
lagi kalau bukan suara cempreng kami semua. Penghuni ruang makan. Eh, bukan
kami, tapi mereka. Karena aku masih melamun tentu saja….. lamunan dies natalis
Abi. Mau ikutan teriak tapi kok telat, yasudahlah diam saja.
“Jadi, tadi itu…” Aku menggantung
kalimatku… tapi aku yakin mereka mengerti apa yang ingin kukatakan selanjutnya.
Argh! Ini rumit, ada apa dengan gedung asrama yang elok ini, sekian lama aku
hidup disini… baru kali ini aku mengalami kejadian takhayul. Bukannya aku
percaya dengan takhayul… tapi semua ini membuktikan kalau…… alah sudahlah,
bukannya Tuhan menciptakan jin dam manusia sama sama untuk beribadah di bumi! Bedanya,
jin itu kasat mata.
Terdengar bisikan bisikan tak tentu
di ruang makan itu… sebagian dari mereka menghela nafas panjang, lega karena
bukan mereka yang mengalami kejadian ini… jadi ini apesku yaa.
“Ayo berangkat, sudah jam enam
seperempat. Ntar Fatimah telat!” Abi sudah rapi dengan baju koko dan sarung
semi sutera kesayangannya. Aku langsung
bangkit berdiri, bersama dengan teman teman yang memang terjadwalkan diantar
pake mobil karena jarak asrama dan sekolah umum yang berkilo kilo meter.
Aku berjalan kearah Ummi yang sedari
tadi tak bergeming dari tempatnya, matanya memandangku dengan nanar… seperti
akan mengatakan sesuatu tapi begitu sulit untuk diungkapan. Aku memandangnya
balik dengan penuh iba dan sayang…. Lalu
tanganku menggenggam tangannya dan menciumnya. Setelah itu aku pergi, berjalan
menuju pintu utama sebelum akhirnya Aku menyadari sesuatu..
“E… uang sakunya belum dikasih Mi’…”
astaga… disaat tegang tegang begini masih sempatnya aku berpikir tentang uang
jajan… dasar tolol! Tapi kan tanpa itu aku jadi tidak bisa jajan…
“oiya ya… lupa.” Ummi nyengir tanpa
rasa bersalah, lalu dengan santainya membuka dompet berukuran jumbonya itu,
lalu mengeluarkan uang dua ribuan lima kali. Aku melangkah kembali kearah Ummi
dan tersenyum mendapati uang itu sudah berpndah ketanganku.
“Assalamualaikum….” Jawabku penuh
semangat, lupa dengan kejadian sepuluh menit yang lalu.
…………………..
Di
mobil aku tertidur… maklumlah, bangun jam tiga gitu, tapi belum sampai
seperempat jam aku tidur, aku merasakan ada tanga yang mengguncang guncang
bahuku.
“fat, bangunnnn… Abi mau cerita nih.”
Aku masih tidak mengacuhkan panggilan itu. “faaattt!!!! Ini tentang Ummiiii!!!”
mendengar kata “Ummi” membuatku reflex membuka mata dan terduduk dengan
sempurna. Tegak lurus tanpa menceng kanan menceng kiri, tidak lagi bersandar di
bahu…. Mbak Tika, oh.. jadi dia pemilik paha yang empuk seperti bantal itu.
“Ummi itu sebenarnya sudah dari dulu
diikutin sama Jin.” Suara Abi terdengar pelan namun tegas. “Dan, itu adalah
sudah bagian takdir, karena dulu ayahnya Ummi sebelum meninggal, beliau bilang
kalau beliau punya jin, eh, bukan punya jin sih.. tapi semacam diikuti gitu lah
pokoknya, nah pas waktu mau meninggal, ayahnya Ummi itu searat tapi nggak juga
ada kepastian ataupun tanda tana kematian…” Abi menghentikan sejenak
kalimatnya, kami—semua yang ada dimobil sabil melongo—menatapnya dengan
pandangan ining tahu. “karena…. Jin itu ingin pengganti ayahnya sebelum
meninggal… “ lalu menghela nafas panjang dan… “Jin itu memilih Ummi sebagai
pengganti Ayahnya.”
“Masa sih?” aku mengguman tak
percaya. Cerita seperti seperti dongeng sebelum tidur yang kerap sekali ibuku
ceritaka saat aku masih kecil dan imut. Sekarang juga masih imut kok.
Mbak pinky menjitak kepalaku dengan
keras. “ ssstttt!!!!” tangan yang satunya lagi menempel dibibirku. Memberikan tatapan
awas-kalau-berani-ngoceh-lagi. Membuatku bungkap, lalu beralih mendengarkan
kalimat atau lelucon garing dari mulut Abi.
“Ummi sebenarnya nggak mau itu
terjadi, tapi semakin Ummi menolak, semakin Jin itu gudan selalu menunjukkan
sosoknya dihadapan Ummi.” Abi membelokkan setir menuju perempatan jalan idjen. Matanya
menatap lurus lurus jalan di depannya. Taruhan, pasti saat ini jiwa Abi sudah
tidak melekat lagi ditubunya. Bicaranya semakin melantur. Membuatku semakin
sebal tapi juga penasaran. Ungkin saja ini memang nyata.
“Jadi… semenjak itu Ummi membiarkan
Jin itu… tapi setelah dibiarkan, Jin itu berubah baik. Kadang berubah wujd
seperti Ummi, jadi Abi juga kadang tertipu… kadang malah masak buat Ummi dan
Abi!!” Abi semakin antusias menceritakan dongeng sebelum sekolah ini.
“yaahhh… Abi harap. Kalian maklumlah
dengan kejadian aneh aneh dimasa mendatang.” Inilah inti dari ceritanya. Horeeee…
akhirnya selesai juga dongengnya. Meskipun nggak happy ending sih…
Aku melihat gerbang oranye sekolahku
lengkap dengan Pak Parman, si telur buaya… mengingat kepalanya yang botak dan
bundar… hihihi. Lalu dengan semangat, kubuka pintu grand max, dan meloncat
keluar dari tempat dudukku yang empuk itu.
“Assalamualaikuuuuummmmm.”
…………………..
Rupanya nasibku
hari ini tidak buruk buruk amat kok… setelah kejadian mencekam kemarin malam,
gangguan kecil di ruang makan, pr matematika yang lupa kugarap, nilai ulangan
harian bahasa daerah yang…iiyy cuma ada angka “lima”. Kali ini, mala mini tepatnya
Abi mengajak kami semua—penghuni asrama yang tidak kasat mata—merayakan milad
Abi yang ke dua puluh Sembilan. Ternyata perkiraanku tadi salah… ah gak papalah
yang penting sekarang Aku sudah ada di Wrung Ayam Roker, Di daerah Sawojajar. Hhhmmm
yummy!
Setelah menghabiskan
ayam kecap yang tiada tara dan menengguk es jeruk nipis yang manis manis kecut.
Aku melemparkan pandangan kearah samping kananku, Si Dewi yang masih berperang
dengan sendok dan garpunya. Huh, menyebalkan!
Ternyata
semua juga sudah selesai makan, denganlangkah gontai kami beranjak dari warung
murah meriah itu lalu kembali ke obil sambil menunggu Abi yang masih sibuk di
depan kasir. Lima menit kemudian Abi kembali sambil memegangi perutnya. Menandakan
satu hal—kami semua kenyang dan ingin segera tidur di spring bed empuk.
…………………..
Setelah perjalanan kuliner singkat
kami, kini kami sampai di depan gedung menjulang ini. Asrama tercinta. Aku membuka
gerbang yang memang tak digembok lalu menuju pintu utama dan baru saja aku
ingin mengambil kunci rumah yang tersimpan di atas pintu itu sendiri saat
dengan gamblangnya Si Dewi membuka Pintu rumah. Aneh! Padahal aku sendiri yakin
aku sudah mengunci rumah. Semoga saja tida terjadi apa apa…
Aku bertingkah seperti tidak sedang
terjadi apa apa, teman temanku juga tidak menyadari tentang kunci itu. kami semua terlalu ngantuk untuk sekedar
berbicara satu sama lain. Mereka berjalan menuju kamar masing masing. Begitu juga
denganku. Tapi belum sempat aku menutup pintu kamarku, Aku mendengar suara
lengkingan aka sing
“aaakkkkhhhhhhh!!!!” Ummi!! Kenapa lagi
sih. Tanpa komando kami semua dari arah yang berbeda beda segar berlari menuju
sumber suara. Kamar Ummi.
Sesaat kami tercekat menatap tulisan
tak beraturan.. latin tapi tidak jelas di kaca lemari Ummi, bertuliskan:
Maaf saya terpaksa
Ya Tuhaannn… apa lagi sih ini,
jangan jangan….
Tanpa komando Ummi segera membuka
semua lemari yang ada dikamar, melihat satu persatu isinya… blackberry…ada. Netbook….ada,
uang…. Hilang empat juta!!!! Jadi, maling itu tahu kalau aku menyembunyikan
kunci itu diatas pintu…. Ini salahku.
“Syukurlah Cuma empat juta…. Padahal
ada jutaan uang disini, hp, laptop dan…” Ummi mulai menangis, entah karena
sedih atau lega..
“ya… kan namanya juga orangnya
nyurinya terpaksa…ya untung ya Mi” Abi menusap pelan punggung Ummi. Kami semua
ikut merasa lega. Meskipun uang itu tetap hilang, tapi kami lebih berskur
karena tidak seperti bayangan kami yang uang itu akan ludes tak berbekas
bersama denga barang barang elektronik lainnya.
…………………..
Setelah kejadian di malam milad Abi
yang kurang mengenakkan itu, kami semua berjanji untuk tidak ceroboh dalam
bertindak. Selalu mengunci npintu dan menggembok gerbang saat kami semua bepergian,
tentu saja dengan kuncinya yang tidak lgi kami letakkan di atas pintu. Sejak saat
itu juga asrama mulai membuat piket keamana, yaa… semacam satpam gitu deh. Dan yang
terakhir… kami semua tidak lagi kaget , sudah biasa bahkan, kalau melihat ada
mahluk semacam “jin” yang menyerupai Ummi. Tidak lagi berteriak histeris. Semuanya…
menjadi biasa karena kebiasaan. Tapi sau hal yang takkan pernah kami lupakan
sampai kami tua nanti:
Satu hari yang penuh misteri
menjelang ulang tahun Abi.
…………………..
Memahami Isi Puisi
Sajak Buat Anakku
Sampai dimanakah cinta Ayah dan Ibu, Anakku.
Kalau tidak hingga ujung ujung jari?
Akan tinggal saja menggapai, melambai dan
stasiun kecil
Pelabuhan terpencil
Kemudian engkau
sendirilah, Ayah dan Ibu dari nasibmu
Terimalah bumi, dan
Langit, hujan terik siang serta malam hari kalbumu
Sekali kan tiba saat
kau tegak sendiri
Berdirilah atas bahu,
ya pijaklah kepala kami
Jangkau bintang
bintang yang dari abad ke abad cuma dapat kamu tengadahi
Karya:
Saini KM
Makna bait pertama
v Baris 1: ayah dan [ibu yang mempertanyakan seberapa besar cintanya
kepada anaknya
v Baris 2: penggambaran cinta ayah dan ibu yang begitu besar.
v Baris 3: kalau bukan sebesar itu (seperti yang digambarkan pada baris
kedua) cinta orang tua pasti akan mudah sirna
v Baris 4: dan kesepian
Makna bait kedua
v Baris 5: dan sekarang sudah saatnya si anak bangkit berdiri dan
mengangkat derajat orang tuanya. Kini si anak sendirilah yang menjadi ayah dan
ibu (memimpin) dirinya sendiri. Si anak harus mulai mandiri dan bekerja untuk
menghidupi dirinya sendiri
v Baris 6: dan sekarang saatnya si anak mencari berkah kehidupan,
merasakan asam garam kehidupan dan menjalaninya dengan ihklas, syukur dan
tanggung jawab.
v Baris 7: akan tiba waktu saat si anak harus benar benar hidup tanpa
bimbingan orang tua dan menjalaninya hidupnya sendiri.
v Baris 8: ayah dan ibu rela, bahkan mengorbankan dirinya sendiri demi
kesuksesan dan kebahagiaan si anak
v Baris 9: raihlah (si anak) segala cita cita dan harapan yang selama ini
hanya mejadi angan angan kami (ayah dan ibu).